Rabu, 03 Juli 2013

MODEL KONSEPTUALISASI SEAY


Model konseptualisasi masalah dari Seay. 
Model seay dalam http://zhilvia-zhilvia.blogspot.com/2012/11/konseptualisasi-model-dalam-konseling.html, Mengintegrasikan teknik konseling dan isi tematik. Model ini didasarkan pada tema hidup utama (dan gaya hidup) yang ditarik dari tiga modalitas utama fungsi manusia yaitu: kognisi (pikiran), afeksi (perasaan, emosi), dan perilaku (tindakan, kinerja), yang diberi akronim “CAB.”
Contoh kasus :
Klien adalah seorang siswa kelas VIII dengan jenis kelamin perempuan yang menyatakan tidak memiliki banyak pilihan karena ia takut untuk pergi ke sekolah sendirian. Ia juga melaporkan mengalami depresi yang disebabkan oleh kritik terus-menerus dari saudara-saudaranya karena ketergantungannya itu. Klien juga mengalami gangguan tidur dan kehilangan selera makan. Dari wawancara yang mendalam dengan klien diperoleh informasi bahwa klien hidup dalam keluarga dengan ayah yang keras dalam mendidik. Klien juga menyatakan, sebagai seorang anak ia sabar menghadapi kekerasan ayahnya. Terhadap kritikan saudara-saudaranya, ia hanya mendengarkan saja dan tidak memberikan tanggapan, meskipun ia menyatakan merasa “bosan” dan “terganggu” dengan kritikan yang terus menerus itu. Klien juga menyatakan keyakinannya bahwa ia seorang yang gagal dan tidak mampu untuk membuat keputusan sendiri. Namun, data hasil tes menunjukkan bahwa ia sangat intelegen. Prestasi belajar klien juga tergolong bagus karena ia berada pada ranking sepuluh besar di kelasnya. Selama wawancara awal, ia seringkali menangis dan berbicara dengan suara yang lirih dan tersendat-sendat.
Tabel Model konseptualisasi masalah darai Seay
KEMUNGKINAN LINGKUNGAN            KESALAHAN KOGNITIF  GANGGUAN AFEKTIF POLA PERILAKU
Cara mendidik ayah yang keras          Pikiran gagal   Kecemasan/ketergantuang emosional
Saudara terus-menerus mengkritik      Menyalahkan diri        Tak dapat pergi ke sekolah sendirian
            Kurang percaya diri
            Mendiamkan kritikan saudara-saudaranya meskipun merasa bosan dan terganggu
                        Bicara pelan, tersendat
                        Gangguan tidur
                        Kehilangan nafsu makan
                        Kadang menangis dalam wawancara

Informasi yang diungkap tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan hipotesis tentang masalah klien dan untuk merencanakan suatu program bantuan yang komprehensip. Sebagai contoh, dalam kasus yang telah dikemukakan, satu dari tema utama adalah kognitif dan meliputi persepsi negatif tentang diri. Tema ini barangkali berawal dari kekerasan ayahnya dan yang kemudian diperkuat/dipertahankan melalui kritikan yang terus menerus dari audara-saudaranya. Meskipun kekasaran verbal yang terus menerus tampak memberikan sumber tekanan, klien tampaknya juga menggunakannya sebagai alat untuk menguatkan atau membenarkan persepsinya terhadap dirinya sebagai orang tergantung dan gagal, dan mendorongnya untuk menghindari situasi yang mendatangkan kecemasan, seperti berangkat ke sekolah sendiri.
Gangguan afektif dalam bentuk kecemasan dan depresi mewakili perasaan marah dan tidak puas yang ditekan di dalam batin. Emosi tersebut, seperti tema kognitif, menegaskan kurang adanya rasa percaya diri atau cara klien mencela/mengutuk dirinya. Emosi ini sebagai hasil dari peristiwa lingkungan dan kesalahan persepsi. Perilaku-perilaku yang dapat diamati seperti menangis, bicara pelan dan tersendat, gangguan tidur, dan kehilangan berat badan mengkonfirmasikan laporan klien tentang perasaan depresifnya. Kesalahan persepsi kognitif dan gangguan afektif tersebut mendukung klien untuk bertindak pasif terhadap kritikan saudaranya. Untuk perencanaan perlakuan, fokus awal konselor dapat memusatkan perhatian pada peristiwa lingkungan dan kesalahan kognitif klien yang menyebabkan terbentuknya pola perilaku dan emosi maladaptif. Sebagai contoh, klien mungkin dapat dibantu dengan menggunakan strategi Gestalt, analisis transaksional, atau latihan asertif untuk mengeksplorasi perasaan-perasaannya yang berkaitan dengan kekasaran ayah dan saudaranya (peristiwa lingkungan) dan kemudian membantunya mengubah reaksinya terhadap tekanan lingkungan tersebut. Teknik-teknik kognitif-perilaku dan rasional-emotif mungkin juga efektif untuk menangani kesalahan persepsi atau kognisi klien. Konselor juga dapat membantu klien melalui strategi perilaku dengan cara melatih klien untuk berangkat ke sekolah sendirian.

a.      Model konseptualisasi masalah dari Swensen
Perilaku menyimpang
Tekanan
Kebiasaan maladaptif
Ø Berkelahi
Ø Mencuri milik orang lain
Ø Menentang orang tua
Ø Malas belajar
Ø Lebih suka keluar rumah
Ø Orang tua terlalu menuntut
Ø Kurang mendapat kasih sayang orang tua
Ø Merasa tidak berguna dihadapan orang tua
Ø Orang tua tidak pernah menghargai atas prestasi-prestasi belajar yang diperoleh saat ini
Ø Kurang percaya diri
Ø Tidak mampu menjalin komunikasi dengan orang tua
Ø Tidak dapat menilai baik atau buruknya sesuatu hal
Dukungan
Potensi
Kebiasaan adaptif
Ø Guru FA membantu agar dia tidak berulah lagi
Ø Memiliki intelegensi yang tinggi
Ø Memiliki prestasi belajar yang memuaskan
Ø nilai dalam sekolahnya sangat tinggi
Ø Rajin belajar
                                          
b.      Model konseptualisasi model Seay
Kemungkinan lingkungan
Kesalahan kognitif
Gangguan afektif
Pola perilaku
1.    Kurangnya kasih sayang orang tua.
2.    Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak.
3.    Orang tua terlalu menuntut FA.
4.    Orang tua selalu menyalahkan dan tidak menghargai atas prestasi-prestasi belajar yang diperoleh FA.
5.    Tidak adanya komunikasi yang baik antara klien dan orang tuanya.
1.    Kurang percaya diri/minder.
2.    Merasa tidak berguna di depan orang tuanya.
3.    Konsep diri yang salah.
1.    Stres.
2.    Merasa tertekan berada di rumah.
1.    Sering berkelahi.
2.    Mencuri milik orang lain.
3.    Malas belajar.
4.    Menentang orang tua.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar