Model konseptualisasi
masalah dari Seay.
Model seay dalam
http://zhilvia-zhilvia.blogspot.com/2012/11/konseptualisasi-model-dalam-konseling.html,
Mengintegrasikan teknik konseling dan isi tematik. Model ini didasarkan pada
tema hidup utama (dan gaya hidup) yang ditarik dari tiga modalitas utama fungsi
manusia yaitu: kognisi (pikiran), afeksi (perasaan, emosi), dan perilaku
(tindakan, kinerja), yang diberi akronim “CAB.”
Contoh kasus :
Klien adalah seorang
siswa kelas VIII dengan jenis kelamin perempuan yang menyatakan tidak memiliki
banyak pilihan karena ia takut untuk pergi ke sekolah sendirian. Ia juga melaporkan
mengalami depresi yang disebabkan oleh kritik terus-menerus dari
saudara-saudaranya karena ketergantungannya itu. Klien juga mengalami gangguan
tidur dan kehilangan selera makan. Dari wawancara yang mendalam dengan klien
diperoleh informasi bahwa klien hidup dalam keluarga dengan ayah yang keras
dalam mendidik. Klien juga menyatakan, sebagai seorang anak ia sabar menghadapi
kekerasan ayahnya. Terhadap kritikan saudara-saudaranya, ia hanya mendengarkan
saja dan tidak memberikan tanggapan, meskipun ia menyatakan merasa “bosan” dan
“terganggu” dengan kritikan yang terus menerus itu. Klien juga menyatakan
keyakinannya bahwa ia seorang yang gagal dan tidak mampu untuk membuat
keputusan sendiri. Namun, data hasil tes menunjukkan bahwa ia sangat intelegen.
Prestasi belajar klien juga tergolong bagus karena ia berada pada ranking
sepuluh besar di kelasnya. Selama wawancara awal, ia seringkali menangis dan
berbicara dengan suara yang lirih dan tersendat-sendat.
Tabel Model
konseptualisasi masalah darai Seay
KEMUNGKINAN LINGKUNGAN KESALAHAN KOGNITIF GANGGUAN AFEKTIF POLA PERILAKU
Cara mendidik ayah yang
keras Pikiran gagal Kecemasan/ketergantuang emosional
Saudara terus-menerus
mengkritik Menyalahkan diri Tak dapat pergi ke sekolah sendirian
Kurang percaya diri
Mendiamkan kritikan saudara-saudaranya meskipun merasa
bosan dan terganggu
Bicara pelan, tersendat
Gangguan tidur
Kehilangan nafsu makan
Kadang menangis dalam wawancara
Informasi yang diungkap
tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan hipotesis tentang masalah klien
dan untuk merencanakan suatu program bantuan yang komprehensip. Sebagai contoh,
dalam kasus yang telah dikemukakan, satu dari tema utama adalah kognitif dan
meliputi persepsi negatif tentang diri. Tema ini barangkali berawal dari kekerasan
ayahnya dan yang kemudian diperkuat/dipertahankan melalui kritikan yang terus
menerus dari audara-saudaranya. Meskipun kekasaran verbal yang terus menerus
tampak memberikan sumber tekanan, klien tampaknya juga menggunakannya sebagai
alat untuk menguatkan atau membenarkan persepsinya terhadap dirinya sebagai
orang tergantung dan gagal, dan mendorongnya untuk menghindari situasi yang
mendatangkan kecemasan, seperti berangkat ke sekolah sendiri.
Gangguan afektif dalam
bentuk kecemasan dan depresi mewakili perasaan marah dan tidak puas yang
ditekan di dalam batin. Emosi tersebut, seperti tema kognitif, menegaskan
kurang adanya rasa percaya diri atau cara klien mencela/mengutuk dirinya. Emosi
ini sebagai hasil dari peristiwa lingkungan dan kesalahan persepsi.
Perilaku-perilaku yang dapat diamati seperti menangis, bicara pelan dan
tersendat, gangguan tidur, dan kehilangan berat badan mengkonfirmasikan laporan
klien tentang perasaan depresifnya. Kesalahan persepsi kognitif dan gangguan
afektif tersebut mendukung klien untuk bertindak pasif terhadap kritikan
saudaranya. Untuk perencanaan perlakuan, fokus awal konselor dapat memusatkan
perhatian pada peristiwa lingkungan dan kesalahan kognitif klien yang
menyebabkan terbentuknya pola perilaku dan emosi maladaptif. Sebagai contoh,
klien mungkin dapat dibantu dengan menggunakan strategi Gestalt, analisis
transaksional, atau latihan asertif untuk mengeksplorasi perasaan-perasaannya
yang berkaitan dengan kekasaran ayah dan saudaranya (peristiwa lingkungan) dan
kemudian membantunya mengubah reaksinya terhadap tekanan lingkungan tersebut.
Teknik-teknik kognitif-perilaku dan rasional-emotif mungkin juga efektif untuk
menangani kesalahan persepsi atau kognisi klien. Konselor juga dapat membantu
klien melalui strategi perilaku dengan cara melatih klien untuk berangkat ke
sekolah sendirian.
a. Model konseptualisasi masalah dari
Swensen
Perilaku menyimpang
|
Tekanan
|
Kebiasaan maladaptif
|
Ø Berkelahi
Ø Mencuri milik
orang lain
Ø Menentang
orang tua
Ø Malas belajar
Ø Lebih suka keluar
rumah
|
Ø Orang tua
terlalu menuntut
Ø Kurang
mendapat kasih sayang orang tua
Ø Merasa tidak
berguna dihadapan orang tua
Ø Orang tua
tidak pernah menghargai atas prestasi-prestasi belajar yang diperoleh saat
ini
|
Ø Kurang percaya
diri
Ø Tidak mampu menjalin
komunikasi dengan orang tua
Ø Tidak dapat
menilai baik atau buruknya sesuatu hal
|
Dukungan
|
Potensi
|
Kebiasaan adaptif
|
Ø Guru FA
membantu agar dia tidak berulah lagi
|
Ø Memiliki
intelegensi yang tinggi
Ø Memiliki
prestasi belajar yang memuaskan
Ø nilai dalam
sekolahnya sangat tinggi
|
Ø Rajin belajar
|
b. Model konseptualisasi model Seay
Kemungkinan
lingkungan
|
Kesalahan kognitif
|
Gangguan afektif
|
Pola perilaku
|
1. Kurangnya
kasih sayang orang tua.
2. Kurangnya
perhatian orang tua terhadap anak.
3. Orang
tua terlalu menuntut FA.
4. Orang
tua selalu menyalahkan dan tidak menghargai atas prestasi-prestasi belajar
yang diperoleh FA.
5. Tidak
adanya komunikasi yang baik antara klien dan orang tuanya.
|
1. Kurang
percaya diri/minder.
2. Merasa
tidak berguna di depan orang tuanya.
3. Konsep
diri yang salah.
|
1. Stres.
2. Merasa
tertekan berada di rumah.
|
1. Sering
berkelahi.
2. Mencuri
milik orang lain.
3. Malas
belajar.
4. Menentang
orang tua.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar